Tuesday, November 22, 2016

This House Is Not For Sale Review: I. Fisik

Palembang, 22 November 2016

Selesai sudah penantian yang begitu lama. Lebih kurang satu tahun seperempat pasca keluarnya "fans album" Burning Bridges, mereka mengeluarkan satu album studio berjudul THIS HOUSE IS NOT FOR SALE. Melalui pre-order yang diadakan oleh salah satu admin komunitas Bon Jovi Fans Club Indonesia (BJFCI; click to visit), akhirnya CD terbaru mereka bisa gue dapatkan.


Deskripsi Singkat
This House Is Not For Sale (selanjutnya akan disingkat THINFS), merupakan album studio ke-13 dari band asal Amerika Serikat yang bernama Bon Jovi. Dirilis pada tanggal 4 November 2016. Sebenarnya tanggal perilisan awal adalah 21 Oktober 2016, namun karena satu dan beberapa hal yg tidak kita ketahui, tanggal rilis diundur menjadi 4 November 2016. Jarak dari album studio sebelumnya (What About Now; WAN) bisa dibilang cukup jauh, yakni +3 tahun.

Kendati merupakan album ke-13, album ini merupakan album pertama mereka tanpa sang gitaris mereka, Richie Sambora. Ya, Richie Sambora dikabarkan telah keluar dari Bon Jovi pertangahan tur Because We Can, namun hingga keluarnya album ini, ia belum juga kembali.

Album ini dirilis dalam berbagai versi. Menurut laman Wikipedia, ada 5 versi dari album ini, yakni:
  • Standard Version,
  • Deluxe (North American) version,
  • Deluxe (International) version,
  • German, Japanese, and Target version, serta
  • Walmart version
Yang membedakan dari versi-versi tersebut hanyalah bonus lagunya. Semua versi memiliki 12 lagu dari standard version, untuk deluxe ditambah beberapa bonus track. Untuk Indonesia sendiri, Universal Music Indonesia merilis hanya versi Deluxe (International) version dengan total 17 lagu. Berikut daftar lagunya:
  1. This House Is Not For Sale
  2. Living With The Ghost
  3. Knockout
  4. Labor of Love
  5. Born Again Tomorrow
  6. Roller Coaster
  7. New Year's Day
  8. The Devil's In The Temple
  9. The Scars On This Guitar
  10. God Bless This Mess
  11. Reunion
  12. Come On Up To Our House
  13. Real Love (Bonus Track)
  14. All Hail The King (Bonus Track)
  15. We Don't Run (Bonus Track)
  16. I Will Drive You Home (Bonus Track)
  17.  Goodnight New York (Bonus Track)
Cover luar bagian belakang
Cover booklet bagian belakang

Ups and Downs
Dirilis dalam versi deluxe, kemasan cd ini terbuat sepenuhnya dari kertas. Ya, kertas, bukan plastik seperti cd-cd pada umumnya. Sebenarnya konsep ini sudah dipakai sejak rilis album Kompilasi Bon Jovi yg berjudul Greatest Hits untuk versi Ultimate Collection, diikuti dengan What About Now (Deluxe edition).  Namun berbeda dengan GH-UC yang masih ada dudukan plastiknya, THINFS ini kemasannya bisa dibilang persis seperti album Sonic Highways milik Foo Fighters. Di dalam kemasan terdiri dari 3 bagian: (1) Cover, (2) cd, (3) booklet berisi foto dan lirik lagu.
pin dan stiker dijual terpisah

Untuk bentuk fisik yg seperti ini, saya sendiri jika boleh jujur bisa dibilang antara suka dan tidak suka. Kenapa?

Suka karena:
  1. Terlihat tidak umum. Cd-cd pada umumnya wadahnya terbuat dari plastik, sedangkan ini dari kertas karton.
  2. Menghemat ruang. Berhubung saya menyimpan cd-cd koleksi dalam rak tumpuk, tentu hal ini merupakan poin plus.
  3. Karena tidak umum, ada kesan ekslusif yang muncul.
  4. ADA LIRIKNYA..!!!
Namun di balik kesan ekslusif, ada satu hal yg kurang gue suka. Kurang suka karena: rawan rusak. "Hanya ini?" Iya, hanya ini. Mungkin bukan masalah kecil, tapi menurut gue ini salah satu down point yg major. Sudut-sudutnya mudah berkerut/tertekuk, lem yg tidak rapi (buat yg punya GH-UC ngerti deh), perasaan takut jika cd tergores ketika dimasukkan/dikeluarkan dari wadah, kelembaban tempat penyimpanan, dsb. Jika UMI merilis dua versi (standard dan deluxe), gue akan beli dua-duanya, masing-masing satu. Standard untuk disetel di mobil, dan deluxe untuk disimpan sebagai barang koleksi. 

"Kalo gitu kenapa gak beli 2 aja?" Ya saat itu dompet kurang mendukung untuk order 2 cd. Mungkin satu lagi nanti beli di toko cd di mall dekat rumah aja ya (tenang, ori kok cdnya).

"Udah tau kertas gitu, masih mau beli fisiknya. Kenapa gak beli digitalnya, pake iTunes atau apalah yg lain?"
Well, ini masalah selera. Buat gue, beli fisik itu ada feeling tersendiri. ada yg bisa kita pegang, bisa kita cium baunya, bisa kita lihat bentuknya, bookletnya bisa dibolak-balik, gak ada feeling yg bisa ngalahin denger cd sambil membolak-balik booklet untuk baca liriknya maupun menikmati gambar-gambar di booklet.

Yah, mungkin segini dulu impresi fisiknya. Ini dibuat berdasarkan opini gue sendiri. Kesimpulan untuk beli atau tidak membeli album fisik, ya gue kembalikan kepada pembaca masing-masing. Untuk penyuka fisik, ya silahkan membeli, untuk dikoleksi atau diputar terus menerus silahkan. Untuk penyuka versi digital gak ada salahnya membeli untuk sekedar koleksi. Ya ujung-ujungnya beli juga ya. hehehe. Tapi yg pasti, gue gak menyarankan untuk mendapatkan secara ilegal (you know what I mean).

Untuk ulasan lagu-lagunya, tunggu artikel gue berikutnya. Gue perlu waktu untuk menikmati dan mendalami lagu-lagunya. See ya...



Bersambung............

No comments:

Post a Comment

This House Is Not For Sale Review: II. Track by Track (Reg)

Jakarta, 18 Mei 2017 Jarak antara Part satu  dan Part dua lumayan jauh. Yaaaaa.... gimana lagi. Sibuk sih. Pergi pagi pulang malam te...