Thursday, August 7, 2014

Pembatasan BBM Bersubsidi..? Ini Plus Minusnya

Palembang, 7 Agustus 2014

Baru baca beberapa artikel tentang kenaikan bbm Bersubsidi (Bahan Bakar Minyak lho ya, bukan Blackberry Messenger). Ceritanya bbm bersubsidi nanti bakal dibatasi penjualannya. Dimulai dengan tidak dijualnya bbm bersubsidi di jalan tol, baik jenis Premium maupun Solar. Lanjut ke artikel lain, ada yg membatasi dengan kuota sekian liter per hari, ada yang membatasi dengan penjualan dari jam sekian hingga jam sekian. Terlepas dari mana yg benar, bbm bersubsidi sedang dibatasi tahun ini.

Pembatasan ini penyebabnya adalah bengkaknya angka subsidi pemerintah akibat naiknya konsumsi bbm bersubsidi. Alasan utamanya adalah banyak masyarakat yang masih menggunakan bbm bersubsidi padahal dia termasuk golongan masyarakat mampu. Jadi gini, banyak pengguna mobil-mobil besar (X-Trail, Pajero, Fortuner, Strada, dll) menggunakan bbm bersubsidi bika Premium maupun Solar. Selain itu, meningkatnya jumlah kendaraan roda dua juga mengakibatkan naiknya permintaan bbm bersubsidi karena kebanyakan pengendara kendaraan roda dua mengisi motor mereka dengan bbm berdubsidi jenis Premium dengan anggapan "Ah, motor ini. Ngapain pake Pertamax atau Pertamax Plus" dan alasan lainnya.

Sebagai orang yang pro pemerintah, gue jelas mendukun kebijakan ini. Kenapa..? Karena dengan demikian macet bisa dikurangi. Pemilik kendaraan akan malas menggunakan kendaraan mereka dengan alsan menghemat bensin. Tapi juga bisa menimbulkan masalah lain, yakni antrian panjang menuju SPBU terdekat.

"Ah, penulis blog ini bisa ngomong doank. Padahal sendirinya pake Premium. Ya, kan..?"
Maaf, saya adalah pengguna Pertamax sejak jaman saya pertama menggunakan kendaraan roda dua (2011), dan kendaraan saya waktu itu adalah Honda Beat. Alasan saya menggunakan Pertamax adalah karena saya malas antri.  Sombong..? Silahkan berkata demikian, itu hak anda. Toh yang penting saya tidak merebut hak mereka yang tidak mampu untuk beli bbm non subsidi.

Lantas, apa dampak pembatasan bb, bersubsidi ini..?
NEGATIFnya dulu ya, sob:
  1. Harga barang dan jasa melonjak. Ya, melonjak. Pembatasan ini menimbulkan dampak berantai. Misalkan karena pembatasan, distribusi barang terhambat, lantas barang dan jasa di pasar semakin terbatas. Terbatasnya barang dan jasa akan mengakibatkan kenaikan harga.
  2. Memperbanyak praktik penimbunan bbm. Yang ini sudah jelas. Baik untuk dikonsumsi sendiri ataupun untuk dijual kembali, penimbunan bbm jelas merupakan tindak kriminal.
  3. Antrian panjang menuju SPBU terdekat. Sama kayak jaman Premium dan Solar langka. Ya begitu deh.
  4. DLL.
Sementara itu, dampak POSITIFnya adalah:
  1. Jalanan sepiii karena banyak orang "menghemat" bbm mereka.
  2. Banyak yang menggunakan transportasi umum.
  3. APBN negara bisa dikecilkan.
  4. Subsidinya bisa dialihkan ke sektor lain seperti kesehatan, pangan dsb.

Dari sekian banyak pro dan kontra, pembatasan tentu akan lebih efektif jika jelas pelaksanaannya. Pambatasan pertama seharusnya ditargetkan kepada kendaraan pribadi baik roda dua dan roda lebih dari dua. Kendaraan umum seperti bis, angkot, truk, kapal-kapal nelayan, kereta api, dsb tidak dikenakan pembatasan.

Namun, namanya Indonesia, semua tetap akan ada celahnya. Jika ada niat, maka akan selalu mencari cara untuk mendapatkan kesempatan. Para oknum-oknum nakal dari pemilik kendaraan umum bisa menimbun bbm untuk dijual kembali misalnya.

Jika ditilik lagi, sebenarnya yang bermasalah hanyalah mental masyarakatnya. Jika memang masyarakatnya memiliki rasa malu, maka pembatasan bbm bersubsidi tentunya tidak akan menjadi masalah. Ya, mereka seharusnya malu menggunakan produk barang dan jasa yang seharusnya ditujukan kepada mereka yang tidak mampu (baca: produk dan jasa yang diberi subsidi).

Sebagai pengguna Pertamax, saya jelas mendukung pembatasan bbm bersubsidi, apalagi penghapusan bbm bersubsidi. Karena hanya di Indonesia kata "Premium" tidak memiliki makna premium.

No comments:

Post a Comment

This House Is Not For Sale Review: II. Track by Track (Reg)

Jakarta, 18 Mei 2017 Jarak antara Part satu  dan Part dua lumayan jauh. Yaaaaa.... gimana lagi. Sibuk sih. Pergi pagi pulang malam te...