Oke... Mulai lagi hari ini blogging. Menghilangkan kejenuhan selama liburan alih semester dari genap ke ganjil (yang kuliah pasti tau berapa lamanya liburan alih semester yang satu ini). Sebenernya udah lama pengen blogging, cuman belom dapet ide mau nulis apa. Udah dapet sih sebenernya, cuman gak tau cara nuanginnya.
Oke lah, tanpa basa basi, kita mulai artikel kita kali ini.
Sekedar intermezzo. Barusan, pagi ini gue baca soal kasus "Anak Jendral" dari website Kompas, beritanya masih anget, kok, cari aja pake keyword anak jendral. Inti ceritanya gini, tuh anak bawa mobil Jazz, nerobos masuk ke jalur busway yang saat itu dikasih portal untuk menghindari pengendara non TransJakarta agar memasuki jalur busway. Sang pengemudi tersebut minta dibukain portalnya, bahkan bilang kalau dia adalah anak seorang jendral polisi. WTF, dude..?
Oke, balik ke topik yang belum ditetapkan di awal. Entah ada apa dengan kelakuan orang Indonesia dalam berkendara dengan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun empat. Mereka seolah-olah mengenyampingkan keselamatan demi waktu yang singkat. Contohnya aja, pengendara motor yang menerobos lampu merah, pengendara mobil yang memilih menjalankan mobilnya berlawanan arah dengan jalur yang ada.
Oke, di sini gue gak ngomongin tentang yang ngebut, melainkan tentang kelengkapan keselamatan, dan penaatan peraturan. Karena ngebut pun bisa selamat asal mereka patuh. Oh iya, bedakan ngebut dengan ugal-ugalan ya. Ngebut belum tentu ugal-ugalan, dan ugal-ugalan udah pasti ngebut. Gitu aja.
Pertama, kelengkapan.
Banyak pengendara yang meremehkan ini. Banyak yang mengesampingkan fungsi helm, kaca spion, lampu belok (lampu sen), dan lain sebagainya. Kita ambil beberapa saja untuk contoh, cukup 1, yakni lampu depan. Yang saya tahu, lampu depan itu sudah dibuat sedemikian rupa agar tidak menyilaukan pengendara yang berlainan arah, dan juga tidak terlalu gelap agar kita masih bisa mengetahui medan jalan. Yang parah, lampu depan sering diganti dengan warna putih, memang terang, keren, dsb, tapi itu menyilaukan, bung. Seharusnya kalian melihat ke arah lampu tersebut secara langsung sebelum memasangnya untuk mengetahui seberapa silaunya lamputersebut. Kemudian, ada juga yang malah mematikan lampu depan. Ini kalo nabrak, biasanya gak mau ngaku mereka, tetep aja membenarkan diri, padahal kita gak tau kalo ada mereka karena mereka gak kasih tanda kehadriran mereka.
Kedua, rambu-rambu.
Dari TK kita diajari mengenai rambu-rambu lalu lintas, sampai sekarang pun sepertinya banyak yang belum bisa memahami maksud dari rambu tersebut. Untuk rambu yang menggunakan tiang, ada beberapa cara mudah membedakannya:
- Warna merah: berarti larangan. Apapun rambu yang mengandung warna merah berarti larangan. Bentuk yang umum untuk rambu ini biasanya bulat.
- Warna kuning: berarti peringatan agar kita untuk berhati-hati. Bentuk umum biasanya segitiga.
- warna biru: biasanya memberitahu kita bahwa di tempat ini dibolehkan untuk memutar, belok, dsb. Bentuk rambu ini umumnya peregi.
Kemudian, ada juga lampu lalu-lintas yang secara umum terdri dari 3 warna, yakni Merah, kuning, dan hijau. Seperti yang kita ketahui dari kta TK (SD untuk para pembaca yang tidak melalui TK; dari orang lain untuk para pembaca yang, maaf, belum menempuh pendidikan formal), merah berarti berhenti, kuning berarti hati-hati, dan hijau berarti kita boleh jalan. Berdasarkan studi lapangan yang gue lakukan secara berkala, sekarang merah berarti boleh jalan selama baru 1-2 detik atau sebelah kanan kita seudah berhenti meski kita masih merah; sedangkan kuning berarti tancap gas sekuat mungkin sebelum berubah menjadi merah; dan hanya hijau yang masih tetap pada arti sebelunya, yakni boleh jalan. Apa salahnya kita menunggu 1-5 detik agar lampu berubah menjadi hijau untuk meyakinkan kalau benar-benar aman..?
Pernah gue liat sama mata kepala sendiri, ibu-ibu patah tangan gara-gara anaknya (dia dibonceng anaknya) menerobos lampu merah. Gue cuman bisa geleng-geleng kepala aja. Dan untuk gue pribadi, gue lebih baik nunggu sampai lampu berubah menjadi hijau meski diklakson pengendara di belakang gue daripada gue mesti menerobos lampu yang belom ijo. Pernah dia sampe marah-marah, gue cuek aja, lampu ijo baru gue cabut.
Oh iya, lampu tersebut gak berlaku ketika lalu-lintas diatur oleh polisi, dan sedang ada kendaraan darurat (ambulans, pemadam kebakaran, atau mobil polisi) yang membunikan sirene; kita harus mendahulukan kendaraan tersebut meski kendaraan tersebut jalurnya sedang lampu merah dan kita hijau, kita yang mengalah demi keselamatan orang lain.
Praktisnya, dengan melanggar, kita telah sadar akan konsekuensi kita jika terjadi kecelakaan. Dengan melanggar dan memang terjadi kecelakaan, kita tidak serta merta langsung menuduh pengendara yang menabrak kita itu salah, karena bisa saja mereka nabrak kita karena kesalahan kita sendiri.
No comments:
Post a Comment